Laporan Praktikum Taksonomi Hewan Spesimen Mamalia



Identifikasi Karakter Morfologi Spesimen Mamalia


Ririn Dewi Astutik
Tadris Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Jember
NIM: T20158025

ABSTRAK

Kelelawar (Cynopterus minutus)  termasuk ordo chiroptera berasal dari bahasa Yunani “cheir” yang berarti tangan dan “pteros” yang berarti selaput, atau dapat diartikan sebagai “sayap tangan”. Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah binatang yang termasuk dalam ordo Rodentia,, Famili Muridae. Famili muridae ini merupakan famili yang dominan dari ordo Rodentia karena mempunyai daya reproduksi yang tinggi, pemakan segala macam makanan (omnivora) dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan manusia. Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter morfologi spesimen Mamalia berdasarkan kunci identifikasi, mengklasifikasikan spesimen Mamalia dan membuat dendogram spesimen Mamalia. Metode yang kami lakukan ialah pertama mengambil sampling spesimen Mamalia untuk dijadikan bahan praktikum kemudian kami melakukan pengamatan di LAB FTIK Hasil yang kami peroleh ialah 2 spesies Mamalia yaitu Cynopterus minutus (Kelelawar) dan Rattus norvegicus (tikus putih).

Kata kunci: Rattus norvegicus/Cynopterus minutus/Tikus Putih/Kelelawar


PENDAHULUAN
Praktikum ini dilakukan agar mahasiswa dapat mengidentifikasi karakter morfologi spesimen Mamalia  yang di ambil dari berbagai tempat ada yang dari daerah bondowoso lebih tepatnya daerah rumah Sukron (kelelawar) dan Pasar Tanjung (penjual Tikus Putih).  Dalam hal ini berkaitan dengan ayat alquran surah an-Nur ayat 45.


 







Artinya: “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengam dua kaki sedang bagian yang lain berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendakinya, sesungguhnya allah maha kuasa atas segala sesuatu.”

Ayat tersebut menggambarkan tentang sebagian dari cara hewan berjalan. Ada yang yang berjalan dengan perutnya, ada yang berjalan dengan kaki. Dan diantara hewan yang berjalan diatas kakinya tersebut, ada yang berkaki dua dan ada yang berkaki empat. Sebagaian hewan ada yang berkaki enam atau bahkan banyak. Fenomena keanekaragaman hewan tersebut sangat unik untuk dikaji guna membedakan antara hewan yang satu dengan yang lainnya. Umunya manusia membedakan hewan berdasarkan karakteristik yang diamati, penampilan, makanan, tingkah laku, tingkah laku, cara berkembang biak, habitatnya dan lain-lain.
Kelelawar (Chiroptera) merupakan salah satu kelas Mamalia yang memiliki sayap di kedua sisi kanan dan kiri tubuhnya; memiliki kemampuan terbang sempurna bahkan dapat melakukan hovering (dapat terbang ditempat dan terbang mundur). Kelelawar tergolong dalam ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang dibedakan atas jenis makanannya yaitu kelelawar pemakan buah dan pemakan serangga (Piter, dkk, 2015).
Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang termasuk ordo Chiroptera. Hewan ini merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dengan menggunakan sayap. Hewan ini bersifat nokturnal karena aktif mencari makan dan terbang hanya pada waktu malam hari, sehingga kelelawar memerlukan tempat bertengger (roosting area) dan tidur dengan bergelantung terbalik pada siang hari (Suyanto, 2001). Dijelaskan lebih lanjut bahwa sayap kelelawar sangat sensitif terhadap dehidrasi (kekurangan air). Djuri dan Madya (2009) menjelaskan bahwa sayap kelelawar dibentuk karena perpanjangan jari kedua sampai jari kelima yang ditutupi selaput terbang atau patagium, sedangkan jari pertama bebas dan berukuran relatif normal. Kelelawar memiliki cakar pada jari kedua, terutama pada famili Pteropodidae. Pada umumnya banyak kelelawar tidak memiliki ciri tersebut. Dinyatakan lebih lanjut bahwa dalam mengidentifikasi kelelawar dapat dibantu dengan keberadaan ekor. Jenis-jenis kelelawar yang tidak memiliki ekor atau ekor berukuran sangat kecil adalah Pteropus, Acerodon, Harpyionycteris, Styloctenium, Balionycteris, Aethalops, Megaerops, Syconycteris, Thoopterus, Chironax, Macroglossus, Megaderma dan Coelops. Ujung ekor bercabang dan membentuk huruf T, ditemukan pada jenis anggota marga Nycteris (Suyanto, 2001).
Pada kelelawar betina potagium berfungsi untuk memegang anaknya yang baru dilahirkan dengan kepala di bawah. Selain untuk terbabng, sayap kelelawar berfungsi untuk menyelimuti tubuhnya ketika cuaca dingin dan mengipaskan sayapnya ketika cuaca panas, kelelawar aktif pada malam hari kareana pada siang hari dapat mengakibatkan radiasi yang merugikan sayap yang disebabkan karena terkena cahaya matahari sehingga lebih banyak panas yang diserap daripada yang dikeluarkan. Hal ini diakrenakan sayap kelelawar hanya berupa selaput tipis yang sangat rentan terkena sinar matahari (Asriadi, 2010).
Kelelawar merupakan mamalia kecil dengan keanekaragaman jenis kedua terbesar setelah ordo binatang pengerat (Rodentia). Kelelawar memiliki peran penting bagi ekosistem. Kelelawar pemakan buah berperan dalam memencarkan biji berbagai jenis tanaman. Kelelawar tersebut terbang ke daerah yang jaraknya jauh dari tempat sebelumnya dan biji pohon yang dimakan bisa jadi jatuh di tempat tersebut. Selain itu juga kelelawar merupakan agen penyerbuk berbagai jenis tanaman, termasuk tanaman yang bernilai ekonomi yang tinggi seperti durian (Durio zibethinus), aren (Arenga sp.), petai (Parkia speciosa), kapuk randu (Ceiba petandra), pisang-pisangan (Musa sp.), kelapa (Cocos nucifera) (Suyanto, 2003). Serbuk sari dari pepohonan yang terbawa oleh kelelawar yang terbang dalam jarak yang jauh dapat meningkatkan keanekaragaman hayati.
Sebagian besar kelelawar juga memakan serangga, termasuk hama pertanian, dan nyamuk yang merupakan vektor penyakit berbahaya bagi manusia. Oleh karena itu kelelawar disebut juga sebagai pengendali biologis atau predator alami bagi serangga. Myotis lucifugus yang ada di Amerika Serikat, mampu memakan satu gram serangga yang setara dengan 500 individu serangga dalam satu jam, bahkan kelelawar Pipistrellus subflavus mampu menangkap serangga sebanyak seperempat bobot tubuhnya dalam waktu 30 menit. Kelelawar yang jumlahnya mencapai 20 juta ekor dapat memangsa 6600 ton serangga per tahun (Djuri, 2009).
Habitat alami kelelawar antara lain habitat tempat tinggal (roosting) maupun tempat mencari makan (foraging area). Kelelawar dapat ditemukan di berbagai tempat yang memiliki ekosistem darat bervegetasi (Medellín et al., 2000). Kelelawar mempunyai banyak alternatif dalam memilih tempat bertengger. Jenis keleleawar Kalong kapuk (Pteropus vampyrus), Cecandu pisang besar (Macroglossus sobrinus), dan kebanyakan jenis sub ordo Megachiroptera lainnya memilih tempat bertengger untuk tidur pada pohon-pohon yang tergolong besar (Hylsandy, dkk, 2015).
Dalam upaya mencari makan dan tempat beristirahat, kelelawar dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tipe dan ketersediaan area, ukuran sayap, ukuran koloni dan siklus reproduksi. Microchiroptera seringkali melakukan aktifitasnya kurang dari beberapa kilometer antara posisi istirahat dan mencari makan (Jones and Rydel, 2003).
Pada kelelawar betina patagium berfungsi untuk memegang anaknya yang baru dilahirkan dengan posisi kepala di bawah. Selain untuk terbang, sayap kelelawar berfungsi untuk menyelimuti tubuhnya ketika bergantung terbalik. Ukuran tubuh dari jenis-jenis Megachiroptera relatif besar, memiliki telinga luar yang sederhana tanpa tragus, jari kedua kaki depan bercakar, dan mata berkembang dengan baik. Cakar yang terdapat pada kedua kaki depan ini merupakan adaptasi dari jenis pakan yang berupa berbagai jenis buah-buahan (Apridani, 2004)
Saat terbang kelelawar membutuhkan oksigen lebih banyak dibandingkan saat tidak terbang. Saat terbang kelelawar membutuhkan 24 ml oksigen /gram bobot tubuhnya, sedangkan saat tidak terbang membutuhkan 7 ml oksigen/ gram bobot tubuhnya. Denyut nadi pada saat terbang pun berdetak lebih kencang yaitu 822 kali/menit, sedangkan saat istirahat berdetak 522 kali/menit. Untuk mendukung kebutuhan akan oksigen yang tinggi, jantung kelelawar berukuran relatif lebih besar dibandingkan dengan kelompok lain. Jantung kelelawar berukuran 0,09% dari bobot tubuhnya, sedangkan hewan lainnya hanya 0,05% dari bobot tubuhnya (Suyanto, 2001).
Keberadaan kelelawar mempunyai peranan penting bagi kehidupan masyarakat di Indonesia. Kelelawar berperan sebagai penyebar biji buah-buahan (jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, sawo, duwet, cendana, srikaya dan terung-terungan). Penyebar biji seperti kelelawar sangat diperlukan untuk menjaga keanekaragaman hutan tropis. Kelelawar mengambil cairan buah dengan mengunyah daging buah. Bagian serabut daging buah disepah dan biji buah dibuang pada jarak 100-2.000 m dari pohon induk; sehingga memberikan peluang pada biji menjadi besar untuk menyebar dan berkecambah di tempat yang berjauhan dari pohon induk (Suyanto, 2001). Kelelawar pemakan buah-buahan (Megachiroptera) berperan sebagai polinator.

Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo Rodentia,, Famili Muridae. Famili muridae ini merupakan famili yang dominan dari ordo Rodentia karena mempunyai daya reproduksi yang tinggi, pemakan segala macam makanan (omnivora) dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan manusia. Jenis tikus yang sering ditemukan di habitat rumah dana ladang adalah jenis Rattus dan Mus (Priyambodo, 2003).
Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah tikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm.
Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat (Sirois 2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura. Tikus digolongkan ke dalam Ordo Rodentia (hewan pengerat), Famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Tikus putih merupakan strain albino dari Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau 15 persilangan (Syamsuddin, 2007).
Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague dawley berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya, galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague Dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Tikus putih galur ini mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner 1983).
Pertumbuhan dan perkembangan tubuh tikus tergantung pada efisiensi makanan yang diberikan dan juga sangat dipengaruhi oleh metabolisme basal tubuh tikus itu sendiri. Beberapa faktor penting yang dapat meningkatkan metabolisme basal tubuh hewan adalah suhu lingkungan, jenis kelamin, umur, keadaan psikologis hewan, dan suhu badan.

Untuk mengetahui karakter morfologi spesimen Mamalia di berbagai tempat ada yang dari daerah bondowoso sekitar rumah Sukron dan pasar Tanjung (pedagang Tikus Putih),  maka kami melakukan pengamatan untuk mengidentifikasi spesiemen Mamalia salah satu nya dengan menggunakan kunci identifikasi dan membuat Dendogram. Sehingga kita bisa mengklasifikasikan dan menyebutkan karakteristik spesimen Mamalia.


METODE PENELITIAN
Praktikum yang kami lakukan tentang “Identifikasi Karakter Morfologi Spesimen Mamalia” dilaksanakan pada hari senin tanggal 24 Mei 2018 melakukan pengamatan yang bertempat di LAB Terpadu IAIN Jember.
Alat-alat yang kami gunakan pada saat praktikum antara lain: alat seksi, papan seksi, kaca pembesar (loup), buku identifikasi, lembar pengamatan dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang kami gunakan antara lain: spesimen Mamalia (Tikus Putih dan kelelawar).
Prosedur kerja pada saat pengamatan spesimen Mamalia: pertama, menyiapkan alat dan bahan, kedua, meletakkan spesimen di atas papan seksi. Selanjutnya, mengamati spesimen dengan kaca pembesar (loup). Kemudian mencatat karakter morfologi yang meliputi jenis kelamin, warna tubuh, bentuk tubuh, ukuran tubuh dll. Serta menggambar secara skematis spesimen Mamalia beserta keterangannya. Lalu menulis klasifikasinya serta menganalisis hasil pengamatan. (Mubarok, 2018)


HASIL
Berdasarkan pengamatan yang kami lakuakan tentang “Identifikasi Karakter Morfologi Spesimen Mamalia” diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 1. Pengamatan Spesimen Mamalia
Nama Spesimen: Cynopterus minutus
Lokasi: Sekitar Rumah Sukron di Bondowoso

 
Gambar 1. Dokumentasi Pribadi

Gambar 2. Dokumntasi literatur

Gambar 3. Dokumentasi hasil tangan
Karakter Morfologi:
ü  Terdapat ekor
ü  Cakar pada jari ke 2
ü  Muka lebih mirip dengan serigala / anjing
ü  Warna tubuh: Cokelat
ü  Jenis kelamin: Jantan
ü  Pengukuran morfologi luar sebagai berikut:
HBL: 7,5 cm         T: 0,8 cm                D3MCL: 4 cm
E: 1,5 cm               FA: 6 cm                D4MCL: 3,5 cm
TB: 2,5 cm             D2MCL: 3,8 cm     D5MCL: 4 cm
D3PIL: 2,7 cm       D4PIL: 2 cm           D5PIL: 1,8 cm
D4P2L: 2,5 cm       D5P2L: 2,3 cm  

Klasifikasi:
ü  Kingdom: Animalia
ü  Filum: Chordata
ü  Sub filum: Vertebrata
ü  Kelas: Mamalia
ü  Ordo: Chiroptera
ü  Family: Pteropodidae
ü  Genus: Cynopterus
ü  Spesies:Cynopterus minutus

Tabel 2. Pengamatan Spesimen Mamalia
Nama Spesimen: Rattus norvegicus
Lokasi: pasar Tanjung (Penjual Tikus Putih)

 
Gambar 4. Dokumentasi Pribadi

 
Gambar 5. Dokumntasi literatur

Gambar 6. Dokumentasi hasil tangan
Karakter Morfologi:
ü  Jenis kelamin: jantan (dewasa)
ü  Warna rambut: putih
ü  Bentuk hidung (moncong): kerucut terpotong
ü  Bentuk badan: silindris membesar ke belakang
ü  Tekstur rambut: kasar dan panjang
ü  Panjang kepala dan badan (HB): 21 cm
ü  Panjang ekor (T): 16 cm
ü  Panjang total: 37 cm
ü  Incicors: 0,5 cm
ü  Ear: 1,5 cm
ü  HF (telapak kaki): 3 cm
Klasifikasi:
ü  Kingdom: Animalia
ü  Filum: Chordata
ü  Sub filum: Vertebrata
ü  Kelas: Mamalia
ü  Ordo: Rodentia
ü  Family: Muridae
ü  Genus: Rattus
ü  Spesies: Rattus norvegicus








PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari hasil pengamatan (dapat dilihat pada gambar dan tabel), maka dapat diketahui bahwa Filum Chordata kelas Mamalia memiliki banyak spesies yang berbeda diantaranya Rattus norvegicus dan Cynopterus minutus.
Kelelawar memiliki morfologi yang unik yaitu morfologi yang disesuaikan untuk terbang sehingga kelelawar berbeda dengan mamalia lainnya. Sayap kelelawar terdiri dari membran sayap (potagium) yang membentang diantara tulang-tulang telapak dan jari tengah atau anggota tubuh depan sampai sepanjang sisi samping tubuh dan kaki belakang. Hal ini karena tulang telapak dan jari tangan kelelawar mengalami pemanjangan luar biasa sehingga berfungsi sebagai kerangka sayap. Sedangkan antara kaki belakang dan ekor membentuk membran interfemoral (Prastianingrum, 2008).
Adaptasi untuk terbang juga terlihat pada bagian kaki. Kaki bawah termodifikasi untuk mendukung potagium saat terbang dan menggantung. Kebanyakan kelelawar memiliki sistem urat pada jari-jari kaki yang mampu mencengkram, sehingga kelelawar dapat tetap menggantung selama tidur dan bertengger (Ariyanti, 2016).
Kelelawar memiliki tulang yang kuat untuk menopang potogium dan mengontrol pergerakan. Beberapa pembuluh darah dan saraf terdapat pada membran sayap. Kelelawar juga memiliki lima otot unik yang terdapat pada potagium dan menggunakan otot-otot tambahan pada dada untuk menggerakkan sayap ke atas dan bawah. Kelelawar jenis ini memiliki kemampuan untuk melakukan manuver saat terbang. Hal ini dikarenakan sayapnya yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan kelelawar dari jenis Megachiroptera (Ariyanti, 2016).
Spesimen kelelawar Cynopterus minutus yang kami amati memilki karakteristik morfologi sebagai berikut: jenis kelamin jantan, panjang kepala dan badan (HBL) 7,5 cm. Panjang ekor (T) 0,8. Panjang lengan atas (FA) 6 cm. Panjang tibia (TB) 2,5 cm. Tinggi telinga (E) 1,5 cm. Panjang telapak kaki belakang (HF) 5 cm. Panjag digit metacarpal 2, 3, 4, 5 (D2MCL. D3MCL, D4MCL, D5MCL) yaitu 3,8 cm, 4 cm, 3,5 cm, dan 4 cm. Panjang digit phalange pertama dan kedua (D3P1L dan D3P2L)  yaitu 2,7 cm dan 2,6 cm. Panjang digit pertama phalange ke empat dan ke lima (D4P1L dan D5P1L) adalah 2 cm dan 1,8 cm. Panjang phalange ke dua D4P2L dan D5P2L adalah  2,5 cm dan 2,3 cm. Wrna tubuh coklat, terdapat ekor cakar pada jari ke-1. Muka atau wajah lebih mirip dengan serigala atau anjing.


Hewan rodentia ini mempunyai bentuk kepala yang agak tirus di anterior dan lubang hidungnya terlihat sebagai dua  belahan. Mulutnya terletak pada bagian bawah lubang hidung dan dilingkupi oleh oleh dua bibir. Pada bagian kiri dan kanan moncongnya, mempunyai struktur berupa  misae (kumis) yang dikenali sebagai vibrisa. Vibrisa bertindak sebagai organ sentuhan yang sensitif untuk tikus. Matanya berukuran kecil dan berwarna hitam, daun telinga tipis, kecil, dan bulat. Rambut R.norvegicus sejarah. Rat-borne diseases  tumbuh di seluruh permukaan badan dan tidak tertumpu pada bagian tulang belakangnya.
R. norvegicus tergolong dalam kumpulan mamalia kecil karena berat badannya kurang dari 5 kg. Mamalia ini mempunyai kadar metabolisme yang tinggi, aktif, serta pergerakan yang tinggi. Kebaikan menjadi mamalia kecil ialah kemudahan untuk melindungi dan menyembunyikan diri dari pemangsa. R.norvegicus Tikus ini memiliki berat 140-500 g, rata-rata 400 g. Pejantan  biasanya lebih besar dari betina. Tikus ini memiliki moncong tumpul, telinga dan mata kecil, kotoran berbentuk kapsul dengan ukuran 2 cm, usia hidup 5-12 bulan, bahkan hingga 3 tahun, dewasa dalam usia 2-3  bulan, jumlah anak tiap kelahiran 8-12 ekor. R. norvegicus memiliki tekstur rambut kasar dan agak panjang (Dewi, 2010).
Spesimen Rattus norvegicus (Tikus Putih) memiliki karakteristik sebagai berikut: jenis kelamin jantan (dewasa). Warna rambut (badan dan ekor berwarna putih. Bentuk hidung (moncong) kerucut terpotong karena mencit yang kami teliti berukuran besar. Bentuk badan yaitu solindris membesar ke belakang karean mencit yang kami teliti berukuran besar. Tekstur rambut kasar dan panjang karena mencit berukuran besar. Ukuran panjang ekor (T) 16 cm. Ukuran panjang kepala dan badan (HB) 21 cm. Ukuran lebar daun telinga (E) 1,5 cm. Ukran panjang telapak kaki belakang (HF) 3 cm. Ukuran lebar sepasang gigi pengerat rahang atas (I) o,5 cm. Panjang total tubuh mencit mulai dari kepala sampai ekor 37 cm.


SIMPULAN
Berdasarkan pengamatan spesimen Mamalia dapat disimpulkan bahwa Filum Chordata kelas Mamalia memiliki banyak spesies yang berbeda diantaranya Rattus norvegicus dan Cynopterus minutus.


DAFTAR PUSTAKA

Apridani J. 2004. Keaneragaman dan Kekerabatan Jenis Kelelawar Berdasarkan Kondisi Fisik Mikrolimat Tempat Bertengger pada Beberapa Gua di Kawasan Gua Gudawang. Skripsi Sarjana Depatemen Konservasi Sumber Daya Hutan da Ekowisata Fakultas Kehutanan. Bogor: Institit Pertanian Bogor.
Ariyanti, Eka Sulpin. 2016. Dampak perubahan Ekosistem Hutan Menjadi Agroforestri Karet, Kebun Karet, dan Kebun Kelapa Sawit terhadap Keanekaragaman Jenis dan Kemelimpahan PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) dan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Tesis. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Asriadi, Amin. 2010. Kelimpahan, Sebaran dan Keanekaraagaman Jenis Kelelawar (Chiroptera) pada Beberapa Gua dengan Pola Pengelolaan Berbeda di Kawasan Karst Gombong Jawa Tengah. Skripsi Sarjana Sains pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Tekhnologi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Dewi, Dian Indra. 2010. Tikus Riul ( Rattus norvegicus berkenhout, 1769). BALABA. Vol 6. No 02. 22-23.
Djuri, S dan W. Madya. 2009. Mengenal Dunia Kelelawar. Bogor: Balai Diklat Kehutanan Bogor.
Harkness JE, Wagner JE. 1983. Biology and medicine of rabbits and Rodents. Philadelphia: Lea and Febriger.
Hylsandy, Novia, dkk. 2015. Artikel Keanekaragaman Kelelawar  di Kawasan Universitas Negeri Malang. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.
Jones, G dan J. Rydel. 2003. Attack and Defense: Interraction between Echolocating Bats and Their Insect Prey. Ocologia. 134, 301-3016.
Mubarok, Husni. 2018. Panduan Praktikum Taksonomi Hewan. Jember: IAIN Jember.
Piter, Fetronius, dkk. 2015. Karalteristik Populasi dan Habitat Kelelawar Hippsiders cervinus (sub Ordo Microchiroptera) di Gua Bratus Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak. Jurnal Protobiont. Vol 4. No 1. 77-83.
Prastianingrum, H. 2008. Keanekaragama Kelelawar pemakan Serangga (Microhiroptera) pada Jalur Baru dan Jalur Lama di Hutan Prmer Stasiun Pusat Penelitian dan Pelatihan Konservasi Way Canguk-Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Skripsi. Lampung: Universitas Lampung.
Priambodo, S. 2003. Pengenadila Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine; Principles and Procedure. Missouri: Mosby Inc.
Smith, B. J. B dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jarata: Universitas Indonesia.
Suyanto, A. 2001. Seri Panduan Lapangan :Kelelawar di Indonesia. Bogor :Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi.
Suyanto, A. 2003. Kelelawar Pemakan Buah dari Taman Nasional Gunung Halimun. Zoo Indonesia, Vol 5. No 2. 31-40.
Syamsuddin. 2007. Tingkah Laku Tikus dan Pengendaliannya. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII. 179-185.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Taksonomi Hewan

Laporan Praktikum Taksonomi Hewan

Laporan Praktikum Taksonomi Hewan