Laporan Praktikum Taksonomi Hewan


Identifikasi Karakter Morfologi Spesimen Platyhelminthes dan Annelida

Ririn Dewi Astutik
Tadris Biologi, FTIK, IAIN Jember
NIM: T20158025


ABSTRAK

Platyhelminthes merupakan cacing yang berbentuk pipih dan mempunyai tubuh simetri radial.  Annelida adalah cacing beruas. Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter morfologi spesimen Platyhelminthes dan Annelida berdasarkan kunci identifikasi,  mengklasifikasikan spesimen Platyhelminthes dan Annelida, dan membuat dendogram spesimen Platyhelminthes dan Annelida. Metode yang kami lakukan ialah pertama mengambil sampling untuk spesimen Platyhelminthes dan Annelida untuk dijadikan praktikum kemudian kami melkaukan pengamatan di LAB. Hasil yang kami peroleh ialah 2 spesies Platyhelminthes yaitu cacing laut (Pseudobiceras) dan Planaria serta 2 spesies Annelida yaitu cacing laut (Alitta sp.) dan cacing tanah (Lumbricus sp.).

Kata kunci: Platyhelminthes/Annelida/Cacing tanah/Planaria/ cacing pipih



PENDAHULUAN
Praktikum ini dilakukan agar mahasiswa dapat mengidentifikasi karakter morfologi spesimen Platyhelminthes dan Annelida yang di ambil dari berbagai tempat ada yang dari perariran tanjung papuma, rumah teman kami yang di jember. Dala hal ini berkaitan dengan ayat alquran surah an-Nur ayat 41.

وَفِى خَلْقِكُمْ وَمَا يَبُثُّ مِنْ دَابَّةٍ اَيَتٌ لِقَوْمِ يُوْقِنُوْنَ (4) .

Artinya: “Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakininya.” (al-Jatsiyah : 4)
Maksud dari “binatang-binatang yang melata” ialah hewan seperti filum Platyhelminthes (cacing laut dan planaria) dan juga hewan seperti Filum Annelida (cacing tanah dan cacing laut).

Platyheminthes merupakan cacing yang berbentuk pipih dan mempunyai tubuh simetri radial. Ukuran tubuh dari cacing ini bervariasi mulai yang tampak mikroskopis beberapa mili meter hingga berukuran panjang belasan meter. Sebagian besar cacing pipih tidak berwarna. Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna coklat, abu, hitam atau yang berwarna cerah. Warna ini disebabkan karena adanya pigemen pada tubuhnya. Bagian ujung anterior pada cacing ini berupa kepala. Pada bagian ventralnya terdapat mulut atau lubang genital. Mulut dan lubang genital ini jelas .pada Turbellaria, tetapi tidak tampak jelas pada Trematoda dan Cestoda (Kastawi, 2005).
Bentuk tubuh Platyhelminyhes beragam, dari yang berbentuk pipih yang memanjang, seperti pita maupun seperti daun. Bagian tubuhnya ada yang tertutupi oleh lapisan epidermis bersilia yang tersusun oleh sel-sel sinsitium pada classis Turbellaria dan ada juga yang tertutup oleh kutikula pada calssis Trematoda dan Cestoda. Kerangak luar dan kerangka dalam sama sekali tidak ada sehingga tubuhnya lunak. Bagian yang keras hanya ditemukan pada kutikula, duri, dan gigi pencengkram. Tubuhnya tidak mempunyai rongga tubuh (acoela). Ruangan-ruangan di dalam tubuh yang ada di anatara berbagai organ terisi dengan mesenkim yang biasanya disebut parenkim (Kastawi, 2005).
Platyhelminthes mempunyai alat kelamin yang tidak terpisah (hermafrodit), artinya dalam satu spesies terdapat alat reproduksi jantan maupun betina kecuali pada beberapa familia dari Digenia. Sistem reproduksi pada kebanyakan cacing pipih sangat berkembang dan kompleks. Pada kebnayakan cacing pipih telurnya tidak mempunyai kuning telur, tetapi dilengkapi oleh sel yolk khusus yang tetrtutup oleh cangkok telur. Pada clssis Platyhelminthes ada yang bisa melakukan pembuahan sendiri dan ada juga yang tidak dapat melakukan pembuahan sendiri. Yang bisa melakukan pembuahan sendiri adalah classis Trematoda dan Cestoda, sedangkan pada classis Turbellaria tidak dapat melakukan pembuahan sendiri. (Kastawi, 2005)
Platyhelminthes belum mempunyai alat pernapasan khusus. Pengambilan  oksigen bagi anggota yang hidup bebas dilakukan secara difusi melalui permukaan tubuhnya sedangkan anggota yang hidup sebagai parasit bernapas secara anaerob, artinya respirasi berlangsung tanpa oksigen. Hal ini karena Platyhelminthes yang parasit hidup dalam lingkungan yang kekurangan oksigen. Cacing ini sudah mulai maju dalam hal sistem ekskresinya walaupun masih sangat sederhana. Selain itu Platyhelminthes sudah memiliki alat-alat pencernaan yang mendukung sistem pencernaannya antara lain terdiri dari mulut, faring, dan usus, walupun pada classis tertentu ada yang tidak memiliki mulut yaitu Cestoda (Kastawi, 2005)
Habitat Playhelminthes adalah di laut, perairan tawar, dan daratan yang lembap. Platyhelminthes yang hidup tidak parasit biasanya berlindung dibawah bebatuan , daun, mata air, dan lain-lain. Sedangkan Playhelminthes yang parasit membutuhkan beberapa macam inang untuk kelangsungan hidupnya. Ada yang hidup diternak mammalia, peredaran darah manusia, kantung kemih katak, otot babi, unggas, dan beberapa jenis vertebrata lainnya (Kastawi, 2005)
Klsifikasi Platyhelminthes terbagi menjadi Turbellaria, Trematoda, Cestoda dan Monogenea. Hampir semua Turbellaria hidup bebas dan kebanyakan hidup di laut. Turbellaria air tawar yang paling dikenal adalah anggota-anggota genus Dugesia, umumnya disebut Planaria. Berlimpah di kolam-kolam dan sungai-sungai kecil yang tidak tercemar, Planaria sp. Memakan hewan-hewan yang lebih kecil atau memakan bangkai hewan. Mereka bergerak dengan silia pada permukaan Ventralnya, meluncur disepanjang lapisan  okus yang disekresikannya. Beberap Turbellaria yang lain juga menggunakan otot-ototnya untuk berenang melalui air dengan gerakan berdenyut (Campbell, 2008).
Beberapa Planaria Sp. Dapat berepreduksi secara aseksual melalui fisi. Induk berkonstriksi kira-kira di bagian tengah tubuhnya, memisah menjadi ujung kepala dan ujung ekor, masing0masing ujung kemudian meregenerasikan bagian-bagian yang hilang. Reproduksi seksual juga terjadi, Planaria hermafrodit, dan pasang-pasang yang kawin umumnya saling melakukan fertilisasi silang (Campbell, 2008).
Trematoda memiliki bentuk tubuh seperti daun. Tubuhnya tertutupi oleh kutikula. Saluran pencernaan makanannya lengkap, tanpa anus. Terdiri dari mulut, faring, dan intestin. Oragn ekskresi berupa protonefridia. Bersifat hermafrodit, kecuali pada beberapa familia dari Digemia. Cacing Schistosoma haematobium memiliki alat kelamin yang terpisah tetapi antara cacing jantan dan cacing betina selalu melekat satu sama lain (Kastawi, 2005)
Trematoda hidup sebagai parasit di dalam tubuh hewan lain. Kebanyakan memiliki alat penghisap (Sucker) yang melekat ke organ-organ internal atau ke permukaan-permukaan luar dari hewan inang. Lapisan luar yang keras membantu melindungi parasit di dalam inangnya. Organ-organ reproduksi menempati hampir di seluruh bagian dalam dari cacing-cacing ini (Campbell, 2008)
Cestoda (cacing pita) bersifat parasit. Cacing pita dewasa sebagian besar hidup di dalam vertebrata, termasuk manusia. Pada kebanyakan cacing pita, bagian ujung anterior atau scolex dipersenjatai dengan penghisap dan kait yang digunakan untuk melekatkan  diri ke lapisan usus inangnya. Cacing pita tidak memilki mulut dan rongga Gastrovaskular. Mereka mengabsorbsi nutrient yang dilepaskan oleh pencernaan di dalam usus inang. Absorbsi terjadi di seluruh permukaan tubuh cacing pita (Kastawi, 2005)
Monogenea hidup ektoparasit pada ikan air laut, ikan air tawar, anfibi, dan reptilia. Cacing ini memakan lendir dan sel-sel permukaan tubuh inang. Cacing dewasa berukuran 0,2-0,5 mm. Pada umumnya Monogenia bersifat hermafrodit dan mengalami pembuahan sendiri. Cacing ini memiliki alat penempel pada bagian anterior yang disebut Prohaptor dan Opistaptor di bagian pasterior. Opistaktor dilengkapi dengan duri, kait, jangkar atau alat pengisap, dan biasanya lebih sering digunakan untuk menempel pada tubuh inang. Contohnya gyrodakpylus salaris (Irnaningtyas, 2013)
Platyhelminthes dari kelas Monogenea, Trematoda, dan Cestode pada umumnya merugikan karena hidup parasit di dlaam tubuh manusia, hewan ternak. Burung dan ikan. Beberapa Platyhelminthes yang merugikan, anatara lain sebagai berikut. Gyrodactilus salaris (salmon fluke), dari kelas monogenea, meyerang ikan di kolam pembenihan. Cacing pita Taenia saginata, Taenia solium hidup parasit di usus manusia (Irnaningtyas, 2013)
Annelida berasal dari kata “Annulus” yang berarti cincin. Tubuh hewan ini terdiri dari cincin-cincin atau segmen-segmen. Annelida berarti cincin-cincin kecil; mengacu pada kemiripan tubuh annelida dengan serangkaian cincin yang mengacu. Annelida adalah cacing beruas yang hidup di lautan, disebagian besar habitat air tawar, dan di tanah lembab. Annelida merupakan selomata, dan panjangnya berkisar 1 mm hingga lebih dari 3 m, yaitu panjang caci tanah australia raksasa. (Campbell, 2008)
Tubuh hewan annelida bilateral simetris, panjang dan jelas bersegmen-segmen, serta memiliki alat gerak yang berupa rambut-rambut kaku (setae) pada tiap segmen. Policaeta dengan tentakel di kepalanya dan setae pada bagian-bagian tubuh yang menonjol ke lateral, atau pada lobi lateralis yang disebut parapodia. Tubuh tertutup oleh kutikula yang licin yang terletak di atas epitelium yang bersifat glanduler. Dinding tubuh dan saluran pencernaan dengan lapisan-lapisan otot sirkuler dan longitudinal; sudah mempunyai rongga (coelom) dan umumnya terbagi oleh septa; saluran pencernaan lengkap, tubuler, memanjang sesuai dengan sumbu tubuh. Sistem kandiovaskulare adalah sistem tertutup, pembuluh-pembuluh membujur, dengan cabang-cabang kecil (kapiler) pada tiap segmen (metameri); plasma darah mengandung hemoglobin. Respirasi dengan kulit, atau dengan branchia. Organ ekskresi terdiri atas sepasang nefridia pada tiap segmen. Sistem nerfosum terdiri atas sepasang ganglia cerebrales pada ujung dorsal otak, yang berhubungan dengan berkas saraf medioventral yang memanjang sepanjang tubuh, dengan ganglia pada tiap segmen, terdapat juga sel-sel tangoreseptor dan potoreseptor. Kebanyakn bersifat hermafrodit dan perkembangan secara langsung atau bersifat gonocoristes dan perkembangan melalui stadium larva. Reproduksi dengan membentuk tunas terjadi pada beberapa spesies. (Hanifah, 2016)
Filum annelida dapat dibagi menjadi tiga kelas: Oligochaeta (cacing tanah dan kerabatnya), Polichaeta (cacing poliesta), dan Hirudinea (lintah).
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah, karena tidak memiliki tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah tergolong ke dalam Filum Annelida. Cacing tanah dikelompokkan dalam ordo Oligochaeta. Oligochaeta (dalam bahasa yunani, oligo=sedikit, chaetae=rambut kaku) merupakan annelida berambut sedikit. Oligochaeta terdiri atas dua subordo yakni Archioligochaeta memiliki jumlah seta tidak sama setiap segmen, saluran jantan membuka pada satu segmen eksterior. Subordo Neooligochaeta (seta lumbricin atau perichaetin, lubang jantan tidak teratur pada segmen belakang saluran) (Simandjuntak dan Walujo, 1982).
Cacing tanah mempunyai habitat di tempat dengan kondisi tanah yang lembab dan kadar air tanah yang tinggi. Cacing tanah memiliki banyak kegunaan, selain dapat digunakan sebagai indikator sehatnya lingkungan tanah juga dapat digunakan untuk bahan utama berbagai produk kosmetik. Beberapa produk kosmetik memanfaatkan bahan aktif cacing tanah sebagai substrak pelembut kulit. Penggunaan tepung cacing tanah adalah sebagai bahan obat karena diketahui memiliki senyawa antimikroba, anti tumor bahkan anti kanker (Fauzzy, 2009). Disamping itu digunakan juga sebagai bahan tambahan dalam pembuatan makanan dan minuman (Palungkun, 2010). Manfaat cacing tanah yang cukup penting sebagai teknologi resapan biologi sebagai agen pengolahan tanah sehingga dapat mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah (Firmansyah, dkk, 2014)
Oligochaeta adalah rambut kejur yang terbuat dari kitin. Kelas cacing beruas ini mencakup cacing tanah dan berbagai spesies aquatik. Cacing tanah memakan tanah sambil lewat, mengekstrasi nutrient dari tanah yang melewati saluran pencernaan. Zat yang tak tercerna, bercampur dengan mucus yang disekresikan ke dalam saluran pencernaan, di buang sebagai veses (casting) melalui anus. Para petani menghargai cacing tanah karena hewan tersebut menggemburkan dan mengaerasi tanah, sementara vesesnya memperbaiki tekstur tanah. (Nilawati, Dkk, 2014)
Setiap segmen polychaeta memiliki sepasang struktur yang mirip dayung atau mirip bumbungan, disebut parapodia (dekat kaki), yang berfungsi dalam lokomosi. Setiap parapodium memilki banyak setae, sehingga polychaeta biasanya memiliki jauh lebih banyak setae bersegmen dari pada olygochaeta. Pada kebanyakan polychaeta, parapodia di aliri oleh banyak pembuluh darah dan juga berfungsi sebagai insang (Campbell, 2008)
Polychaeta menyusun kelas yang besar dan beraneka ragam, sebagian besar anggotanya hidup di laut. Segelintir spesises mengembang dan berenang di anatara plankton-plankton banyak yang merayap atau meliyang di dasar laut, dan banyak spesies yang lain hidup di dalam tabung.
Hirudinea merupaka kelas Annelida yang jenisnya sedikit. Hewan ini tidak memiliki parapodium maupun setae pada segemen tubuhnya. Panjang Hirudinea bervariasi dari 1-30 cm. Tubuhnya pipih dengan ujung anterior dan posterior yang meruncing. Pada anterior dan posterior terdapat alat pengisap yang digunakan untuk menempel dan bergerak. Sebagian besar hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya adalah vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup dengan mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput. Contoh hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet)dan hirudo (lintah). Saat merobek atau membuat lubang, lintah mengeluarkan zat anestetik (penghilang sakit), sehingga korbannya tidak akan menyadari adanya gigitan. Setalah ada lubang lintah akan mengeluarkan zat pembekuan darah yaitu hirudin. Dengan zat tersebut lintah dapat menghisap darah sebanyak mungkin. (Muzakki, 2016)
Untuk mengetahui karakter morfologi spesimen Platyhelminthes dan Annelida di perairan Tanjung Papamu Jember dan rumah teman kami yang di Jember, maka kami melakukan pengamatan untuk mengidentifikasi spesiemen Platyhelminthes dan Annelida salah satu nya dengan menggunakan kunci identifikasi. Sehinnga kita bisa mengklasifikasikan spesimen Platyhelminthes dan Annelida.



METODE PENELITIAN
Praktikum yang kami lakukan tentang “Identifikasi Karakter Morfologi Spesimen Platyhelminthes dan Annelida” dilaksanakan pada hari senin tanggal 19 Maret 2018 melakukan pengamatan yang bertempat di LAB Terpadu IAIN Jember.
Alat-alat yang kami gunakan pada saat praktikum antara lain: alat seksi, papan seksi, kaca pembesar (loup), buku identifikasi, lembar pengamatan dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang kami gunakan antara lain: spesimen Platyhelminthes dan Annelida.
Prosedur kerja pada saat pengamatan spesimen porifera dan spesimen Cnidaria: pertama, menyiapkan alat dan bahan, kedua, meletakkan spesimen di atas papan seksi. Selanjutnya, mengamati spesimen dengan kaca pembesar (loup). Kemudian mencatat karakter morfologi yang meliputi bentuk tubuh, daerah anterior dan posterior, warna tubuh, simetri tubuh, ukuran panjang/lebar. Serta menggambar secara skematis spesimen Platyhelminthes dan Annelida beserta keterangannya. Lalu menulis klasifikasinya serta menganalisis hasil pengamatan. (Mubarok, 2018)

HASIL
Berdasarkan pengamatan yang kami lakuakan tentang “Identifikasi Karakter Morfologi Spesiemen Platyhelminthes dan Annelida” diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 1. Pengamatan Spesimen Platyhelminthes
Nama Spesimen: Pseudobiceros
Lokasi: pantai Papuma Jember

 
Gambar 1. Dokumentasi Pribadi

Gambar 2. Dokumntasi literatur

Gambar 3. Dokumentasi hasil tangan
Karakter Morfologi:
ü  Bentuk tubuh : Melebar
ü  Daerah anterior dan pasterior
ü  Warna tubuh : putih kekuningan dengan bintik coklat
ü  Simetri tubuh : simetri bilateral
ü  Ukuran tubuh : P : 4,3 cm. L: 3 cm
Klasifikasi:
ü  Kingdom: animalia
ü  Filum: Platyhelminthes
ü  Kelas: Rhabditophora
ü  Ordo: Polycladida
ü  Family: Pseodocerotidae
ü  Genus: Pseudobiceros
Nama Spesimen: Planaria
Lokasi: Karang Pring


Gambar 4. Dokumentasi Pribadi

 
Gambar 5. Dokumentasi Literatur


Gambar 6. Dokumentasi Hasil Tangan
Karakter Morfologi
ü  Bentuk tubuh : pipih
ü  Saerah anteror dan posterior : tampak jelas
ü  Warna tubuh : hitam dan bagian tepi putih
ü  Simetri tubuh : bilateral
ü  Ukuran tubuh : P: 0,4 dan L: 0,2
Klasifikasi:
ü  Kingdom: animalia
ü  Filum: Platyhelminthes
ü  Kelas: Turbellaria
ü  Ordo: Tricladida
ü  Famili: dugesiidae
ü  Genus: Dugesia








Tabel 2. Pengamatan Spesimen Annelida

Nama Spesimen: Lumbricus sp.
Lokasi : rumah mbak Fiqi

Gambar 7. Dokumentasi Pribadi


 Gambar 8: Dokumentasi Literatur

Gambar  9. Dokumentasi Hasil Tangan
Karakter Morfologi
ü  Bentuk tubuh: Memanjang dan bersegmen
ü  Daerah anterior dan posterior: terlihat jelas
ü  Warna tubuh: hitam kecoklatan
ü  Simetri tubuh: simetri bilateral
ü  Ukuran tubuh: P: 18 cm dan L: 0,6 cm
ü  Clitellum berada pada segmen ke 11-16
ü  Lubang vas deverence berada pada segmen ke-20
Klasifikasi:
ü  Kingdom: animalia
ü  Filum: Annelida
ü  Kelas: clitellata
ü  Ordo: Haplotaxida
ü  Famili: lumbricidae
ü  Genus: Lumbricus
ü  Spesies: Lumbricus sp.

Nama Spesimen: Alitta sp.
Lokasi: tanjung Papuma

Gambar 10. Dokumentasi prinbado


Gambar 11. Dokumentasi literatur

Gambar 12. Dokumentasi hasil tangan
Karakter morfolgi:
ü  Bentuk tubuh: memanjnag, bersegmen, tiap segmen ada setae
ü  Daerah anterior dan posterior: terlihat jelas
ü  Warna tubuh: hijau kekuningan
ü  Simetri tubuh: simetri bilateral
ü  Ukuran tubuh: P: 7 cm dan L: 0,4 cm

Klasifikasi:
ü  Kingdom: animalia
ü  Filum: Annelida
ü  Kelas: polychaeta
ü  Ordo: phyllodocida
ü  Famili: nereididae
ü  Genus: Alitta
ü  Spesies: Alitta sp.

 Dendogram





PEMBAHASAN


Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari hasil pengamatan (dapat dilihat pada gambar dan tabel), maka dapat diketahui bahwa Platyhelminthes memilki banyak spesies yang berbeda diantaranya ada Pseudobiceras dan Planaria. Begitu pula dengan Annelida memiliki banyak spesies diantaranya Lumbricus sp. dan Alitta sp.
Planaria merupakan salah satu spesies dalam filum Platyhelminthes kelas Turbellaria. Planaria termasuk dalam hewan triploblastik aselomata dengan bentuk tubuh simetri bilateral. Habitat planaria adalah perariran tawar jernih, perariran laut dan terestrial, pada perariran tawar planaria banyak ditemukan di perairan lereng pegunungan. Planaria memiliki beberapa genus antara lain, Planaria, Degusia dan Schimidtea yang telah banyak diteliti, namun informasi mengenai planaria yang berhabitat di Indonesia masih sangat terbatas. Planaria yang kami temukan termasuk dalam genus Degusia. Memilki bentuk tubuh yang pipih. Warna tubuh hitam dan bagian tepi putih. Simetri tubuhnya bialateral. Memiliki ukuran panjang: 0,4 cm dan lebar 0,2 cm.
Sistem pencernaan planaria tersusun atas mulut, pharynx, dan percabangan-percabangan intestin. Makanan masuk melalui mulut melewati pharunx kemudian di distribusikan ke percabangan intestin untuk di absorbsi (Kent, 1972)
Planaria banyak digunakan sebagai indikator kualitas perariran terutama perairan tawar dimana perairan yang terdapat planaria hampir dapat dipastikan belum tercemar, dugesia japonica dapat berperan sebagai spesies bio indikator untuk deteksi dan evaluasi efek logam kadmium pada perairan tawar.
Planaria merupakan hewan hermaphrodit yang dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual dilakukan dengan menghasilkan sel telur dan sperTna, telur yang telah dibuahi disimpan di dalam cocoons sampai menetas salah satu contohnya pada Girardia trigin, sedangkan reproduksi aseksual dilakukan dengan pembelahan transversal. Reproduksi aseksual planaria didukung oleh adanya kemampuan planaria untuk beregenerasi. Struktuf dasar mengenai makroanatomi dan mikroanatomi planaria dapat menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya, terutama mengenai perkembangan hewan, regenerasi dan taksonomi planaria. (Palupi, 2014)
Bagian tubuh planaria tersusun dari 3 bagian, yaitu cranial, trunchus dan caudal' Planaria yang diperoleh di perairan lereng Gunung Slamet memiliki struktur makroanatomi antara lain bagian cranial yang terdapat kepala dengan sepasang auricle pada bagian lateralnya dan sepasang eye spot. Bagian trunchus terdapat organ pencernaan yang berupa satu rongga gastrovaskuler pada bagian antetiot pharynx dan dua rongga gastrovaskuler pada bagian posterior pharynx. Bagian caudal merupakan bagian posterior pharytm. struktur tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kenk (1972) yang menunjukkan struktur planaria air tawar di daerah Amerika Utara.
Struktur mikroanatomi planaria menunjukkan adanya lapisan epidermis yang tersusun dari jaringan epithel yang menyelimuti tubuh. Epithel tersebut merupakan epithel kuboid bersilia pada bagian ventral tubuh. sedangkan pada bagian dorsal adalah epithel kolumner tidak bersilia dan terdapat sel rhabdite yang terletak diantaranya. Jumlah sel rhabdite lebih banyak terdapat pada bagian ventral. Sel rhabdite berfungsi menghasilkan mukus untuk mempermudah pergerakan dalarn air (Kenk, 1972)
Tubuh planaria tersusun dari jaringan epithel yang terletak pada bagian terluar dan menempel pada membran basal. Lapisan bagian dalam epithel terdiri atas jaringan otot yang tersusun sirkuler dan longitudinal. Planaria tidak memiliki coelom dan ruangan antara organ visceralnya terisi oleh mesenkim, atau yang sering disebut parenkim. Parenkim tersusun atas sel tubuh dan kelenjar uniseluler, sekret kelenjar dikeluarkan melalui saluran yang bermuara di epidermis. Pada semua irisan, baik bagian cranial, trunchus dan caudal terdapat jaringan epithel, jeringan otot dan parenkim. (Alvarado, 2006).
Pseudobiceros merupakan salah satu spesies dalam filum Platyhelminthes kelas Rhabditophora ordo polycladida. Pseudobiceros termasuk dalam hewan triploblastik aselomata dengan bentuk tubuh simetri bilateral. Cacing jenis ini kebanyakan terdapat di laut. Warna cacing ini berwarna putih kekuningan dengan bintik cokelat. Cacing yang kami temukan ini berukuran panjang 4,3 cm dan lebar 3 cm
Alitta merupakan salah satu spesies dalam filum Annelida kelas polichaeta. Sebagian besar polychaeta hidup di laut. Jenis cacing yang kami temukan ini berwarna hijau kekuningan. Ukuran tubuh panjang 7 cm dan lebar 0,4 cm. Simetri tubuhnya bilateral. Struktur tubuhnya terdiri dari beberapa segmen, setae, parapodia mulut. Serta prostomial. Parapodia ini berfungsi sebagai alat gerak dan alat pernapasan kareana mengandung pembuluh darah yang halus.
Cacing tanah memiliki alat gerak yang dinamakan setae berbentuk seperti rambut kasar, letaknya beraturan pada setiap segmen. Setae digerakkan oleh dua berkas otot yaitu muskulus protaktor yang berfungsi untuk mendorong setae keluar dan muskulus retraktor yang berfungsi menarik kembali setae ke dalam rongganya. Kedua berkas muskulus ini melekat pada ujung setae.
Cacing tanah memiliki alat kelamin jantan dan betina pada satu tubuh (hermaphrodite). Tetapi hewan ini tidak dapat membuahi dirinya sendiri. Dari perkawinan masing-masing cacing tanah akan menghasilkan satu kokon yang berisi telur. Alat-alat reproduksinya terletak beberapa ruas di belakang mulut. Klitelum biasanya berwarna putih dan menebal seperti berbentuk pita. Klitelum hanya dimiliki oleh cacing yang telah dewasa kelamin dan nampak jelas terlihat saat reproduksi. Klitelum ini merupakan tempat awal pembentukan kokon (telur).
Pada cacing Lumbricus lubang jantan berada di segment 15 dan sering juga ditemukan di segment 13. Setiap lubang dilindungi oleh lapisan bibir tipis atau papila glandular. Lubang dorsal berada di saluran intersegmental diatasnya garis mid dorsal. Lubang dorsal hanya ada di Oligocchaeta terrestrial (darat) dan tidak ditemukan pada Oligochaeta aquatic dan semi aquatiq. Lubang dorsal menghubungkan body cavity (rongga tubuh) dan coelomic fluid (saluran selom). Posisi dari lubang dorsal digunakan sebagai karakter sistemik pada tingkat spesies. Pada anterior tubuh cacing tanah terdapat klitelum. Klitelum berguna dalam perkawinan dan perkembangbiakan. Warna pada kulit cacing tanah dipengaruhi ada atau tidaknya pigmen, baik yang berbentuk granula atau sel pigment di lapisan otot subcuticular.
Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen dan memiliki struktur organ-organ sederhana, yang membuat cacing tanah dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungannya. Cacing tanah tidak memiliki alat gerak seperti kaki dan tangan. Namun, cacing memiliki otot pada tubuhnya. Otot tubuh yang memanjang dan otot tubuh yang melingkar serta tebal dapat membantu pergerakan. Jika diperhatikan hewan ini terlihat sangat lemah, namun tidak demikian “hewan ini relatif kuat, karena susunan otot yang melingkar dan memanjang tadi cacing dapat menembus tanah”.
Cacing tanah makan bahan organik dari sampah tumbuh-tumbuhan. Didalam usus halus, sampah tadi dipecah menjadi bahan-bahan yang berguna bagi tubuhnya. Sisanya dikeluarkan dalam bentuk kotoran/castings. Casting kaya akan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Peristiwa ini bisa disebut pabrik kompos mini.
Permukaan tubuh cacing tanah selalu licin. Licinnya tubuh cacing disebabkan karena adanya lendir. Lendir dihasilkan oleh kelenjar lendir yang terdapat pada lapisan epidermis pada kulit. Lendir diproduksi untuk melapisi permukaan seluruh tubuh cacing. Dengan adanya lendir, cacing dapat mudah bergerak di tempattempat kasar (misalnya: pada daun-daun, ranting-ranting, tanaman yang gugur). Selain itu lendir juga digunakan untuk memperlicin saluran atau lubang didalam tanah, agar cacing lebih leluasa bergerak. Cacing tanah tidak memiliki organ khusus untuk mempertahankan diri dari serangan musuhnya. Dengan lendir cacing tanah menjadi sangat licin, sehingga musuh-musuhnya sukar untuk menangkapnya. Secara tidak langsung lendir dapat digunakan sebagai alat untuk mempertahankan diri dari serangan predator.
Bentuk cacing tanah yang kami temukana berwarna hitam kecoklatan, dengan bentuk tubuh memanjnag dan besegmen. Ukuran tubuh panjang 18 cm dan lebar 0,6 cm. Struktur tubuhnya terdapat mulut, lubang vas deferens, anus dan klitelum. Klitelum merupakan ruas-ruas reproduktif yang berdinding tebal. Pada klitelum terdapat banyak sel kelenjar yang menghasilkan lendir untuk perkawinan, juga bahan untuk membuat dinding kokon dan albumin untuk melekatkan telur dalam kokon.


SIMPULAN
Berdasarkan pengamatan spesimen Platyhelminthes dan Annelida  di dapatkan 2 jenis Platyhelminthes yaitu Degusia sp. dan Pseudobiceros sp.. Dan juga di dapatkan 2 jenis Annelida yaitu Lumbricus sp. dan Alitta sp.

DAFTAR PUSTAKA
Alvarado AS. 2006. Planarian Regeneration: Its End Is Its Beginning. i.cell. 124: 241-245.
Campbell. 2008. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Fauzzy Ahmad. 2009. Skripsi: Kajian Pengaruh Substitusi Parsial Tepung Terigu dengan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) terhadap Sifat Kimia dan Penilaian Sensoris Kreker. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Firmansyah, dkk. 2014. Karakterisasi Populasi dan Potensi Cacing Tanah untuk Pakan Ternak dari Tepi Sungai Kahayan dan Barito. Berita biologi. Vol 13. No 3. 333-341.
Hanifah, Fathimah Dini. 2016. Filum Annelida. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Irnaningtyas. 2013. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Kastawi, H.Y., dkk. 2005. Zoologi Invertebrata. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang..
Kenk, R- 1972. Freshwater Planarians (Turbellaria) of North America. Departrnent of Invertebrate zoology . smithsonian Institution. Washington.
Mubarok, Husni. 2018. Panduan Praktikum Taksonomi Hewan. Jember: IAIN Jember.
Muzakki, Naufal Ahmad. 2016. Filum Annelida. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Nilawati, Syami, Dkk. 2014. Jenis-jenis Cacing Tanah (Oligochaeta) yang Terdapat di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai Sumatera Barat.  Jurnal Biologi Universitas Andalas. Vol 3. No 2.. 87-91.
Palungkun R. 2010. Usaha Ternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta: Penebar Swadaya.
Palupi, Endah Sri. 2014. Struktur Makroanatomi dan Mikroanatomi Planaria di Perairan Lereng Gunung Slamet, Baturraden, Banyumas. Purwokero: Universitas Jenderal Soedirman.
Simandjuntak, A.K., dan D. Walujo. 1982. Cacing tanah : Budidaya dan Pemanfaatannya. Jakarta:. Penebar Swadaya (Anggota IKAPI).






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Taksonomi Hewan

Laporan Praktikum Taksonomi Hewan