Laporan Praktikum Taksonomi Hewan
Identifikasi Karakter Morfologi Spesimen Arthropoda
Ririn Dewi Astutik
Tadris Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan, IAIN Jember
NIM: T20158025
ABSTRAK
Arthropoda adalah hewan yang memiliki kaki
dan tubuh beruas-ruas atau berbuku-buku, triploblastik, dan selomata (berongga
tubuh sejati). Araneae adalah hewan kelompok laba-laba. Crustacea adalah
arthropoda yang memiliki eksoskeleton berupa kulit tubuh atau kutikula yang
keras. Insecta adalah kelompok hewan serangga seperti belalang dan kupu-kupu. Praktikum
ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter morfologi spesimen Athropoda
berdasarkan kunci identifikasi, mengklasifikasikan spesimen Arthropoda dan
membuat dendogram spesimen Atrhropoda. Metode yang kami lakukan ialah pertama
mengambil sampling spesimen Artropoda untuk dijadikan bahan praktikum kemudian
kami melakukan pengamatan di LAB FTIK pada hari senin, 23 april 2018. Hasil
yang kami peroleh ialah 4 spesies Atrhropoda yaitu Litopenaeus vannamei, Nephila
sp. Valanga nigricornis, dan Eurema daira.
Kata kunci: Litopenaeus
vannamai/Nephila sp./Valanga nigricornis / Eurema daira.
PENDAHULUAN
Praktikum
ini dilakukan agar mahasiswa dapat mengidentifikasi karakter morfologi spesimen
Arthropoda yang di ambil dari berbagai
tempat ada yang dari daerah belakang Lab FTIK IAIN Jember, samping gedung
teater, pasar Gumelar, dan perumahan Milenia. hal ini sesuai dengan informasi yang sangat jelas dari Allah SWT yang menunjukkan tanda-tanda kekuasannya dengan memeprtlihatkan gambaran kebangkitan manusia dari kubur seakan-akan belalang yang beterbangan, dalam surah Al-Qomar ayat 7 yang artinya:
“Sambil
menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kubur seakan-akan mereka
belalang yang beterbangan”.
Belalang
adalah serangga herbivor yang termasuk dalam Ordo Orthoptera dengan jumlah
spesies 20.000 Belalang dapat ditemukan hampir di semua ekosistem terestrial.
Sebagian besar spesies belalang berada di ekosistem hutan. Mereka makan hampir
setiap tanaman yang liar ataupun yang dibudidayakan (Prakoso, 2017). Belalang memiliki dua antena di bagian kepala yang
jauh lebih pendek dari
bentuk tubuh. Belalang ini juga memiliki femor belakang yang panjang dan kuat sehingga dapat
melompat dengan baik.
Belalang ini bewarna kecoklatan seperti kulit kayu (Abi, dkk, 2017).
belalang tergolong serangga yang bersayap lurus dan
selalu bertahan hidup pada ekosistem padang rumput. Secara umum belalang
dibedakan ke dalam dua sub ordo yaitu Caelifera dan Ensifera. Caelifera
mencakup semua belalang rumput (berantena pendek), sementara Ensifera mencakup
jangkrik, belalang daun, dan belalang berantena panjang (Syahlan, 2013).
Beberapa jenis belalang dapat bermanfaat sebagai sumber makanan karena
mengandung protein (Asthami, Estiasih dan Maligan, 2016).
Belalang merupakan kelompok serangga yang termasuk ke
dalam ordo Orthoptera yang sebagian anggotanya dikenal sebagai hama tanaman
pertanian. Belalang pada waktu-waktu tententu dapat menjadi hama penting karena
jenis hama ini dapat menyerang lahan pertanian dalam kelompok besar. Selain
berperan sebagai hama pertanian, sebagian anggota ordo Orthoptera ada yang
berperan sebagai pemakan bangkai, pengurai material organik nabati dan hewani
(dekomposer), pemakan bagian tumbuhan hidup dan mati, serta sebagai musuh alami
(pemangsa atau predator) dari berbagai jenis serangga lainnya (Borror et al.,
1992). Belalang kayu (Valanga nigricornis), merupakan hama yang
menyerang daun pada tanaman hutan produksi akasia dan jati di Indonesia (Nair,
2000).
Litopenaeus
vannamei (udang
berkaki putih) termasuk ke dalam golongan crustaceae (udang-udangan)
atau udang Famili penaidae. udang memiliki kulit tubuh yang keras dari bahan
khitin. Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan
bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax
yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di
bagian dada. Cephalothorax dilindungi oleh khitin yang tebal atau
disebut karapas. Cephalothorax dan abdomen terdiri dari segmen-segmen atau ruas-ruas,
dimana masing-masing segmen tersebut memilki anggota badan yang mempunyai
fungsi sendiri-sendiri.
Udang
vanname termasuk genus penaeus yang mempunyai ciri khusus yakni adanya gigi
pada rostrum bagian atas dan bawah serta mempunyai antena panjang. Bentuk dan
jumlah gigi pada rostrum digunakan sebagai pembeda terhadap udang penaeid
lainnya. Udang vanname mempunyai dua gigi pada rostrum bagian atas dan delapan
atau sembilan gigi pada bagian dorsal. Udang vanname termasuk sub genus Litopenaeus
karena udang betina mempunyai telikum terbuka berupa cekungan yang dikelilingi
bulu-bulu halus tetapi tanpa tempay penyinaran sperma.
Semua
udang memiliki sifat alami yang sama, yakni aktif dalam kondisi gelap (nocturnal),
baik aktifitas untuk mencari makan dan reproduksi. Beberapa indera yang
digunakan udang untuk mendeteksi makanan adalah penglihatan (sight), audiosense,
thermosense dan chemosense. Dari keempat indera tersebut chemosense
atau chemoreseptor merupakan alat yang paling peka untuk mendeteksi
pakan. Dalam mencari pakan udang lebih mengandalkan indera perasa seperti antenna
flagella, rongga mulut, kaki jalan, carapace daripada indera
penglihatan (Sumeru dan Suzy, 1992). Hal ini diperkuat oleh pendapat Ache
(1982), yang menyatakan bahwa alat chemoreseptor pada crustacea bersifat
sensitif dalam memberikan respon untuk bahan-bahan kimia sebaik terhadap
temperatur dan pH.
Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani bermutu tinggi yang sangat
digemari oleh konsumen dalam negeri maupun luar negeri karena memiliki rasa yang sangat gurih dan karena kadar kolesterolnnya yang
lebih rendah daripada hewan mamalia (Darmono, 1991). Salah satu jenis udang
yang merupakan primadona
komoditas ekspor non-migas dari sektor perikanan adalah udang windu (Litopenaeus vannamei).
Makanan
udang terutama adalah hewan-hewan akuatis yang kecil-kecil, tetapi juga bahan
organis busuk. Mulutnya dikelilingi oleh beberapa pasang alat tambahan biasanya
disebut alat-alat mulut. Dari mulut berlanjut ke esofagus, lambung terdiri dari
bagian kardiak dan bagian pilorik, terus ke usus dan anus.
Lambung kardiak mengandung alat-alat penggerus makanan. Kelenjar digesti
(kelenjar hepatik) mengeluarkan sekret enzimatis ke dalam lambung pilorik
(Brotowidjoyo, 1990).
Sistem
respirasi udang dengan Insang berbulu (insang dalam), bertaut pada segmen basal
dari maksiliped kedua dan ketiga, dan bertaut pula dengan empat kaki
untuk berjalan yang pertama. Barisan insang kedua dan ketiga (pada beberapa
jenis, antara lain Astacus sp) bertaut dengan barisab insang luar. Insang-insang
dalam itu terendam dalam air dalam ruang insang (ruang di sebelah bawah tiap
karapase). Insang-insang itu mengandung pembuluh-pembuluh darah. Aliran air
dalam ruang insang itu terjamin oleh adanya “ember” air yang merupakan cabang
dari maksila kedua (Syafrudin, 2016).
Sistem
sirkulasi udang melalui Jantung ada di sebelah dorsal, dalam sebuah perikardium.
Darah memasuki jantung melalui 3 pasang ostium, yaitu lubang-lubang
bentuk valvuler (berklep). Darah itu dipompa ke luar melalui 7 buah arteri,
yang mengeluarkan isinya ke dalam ruang-ruang terbuka yang disebut sinus.
Sinus-sinus itu mengalirkan darah ke dalam kapiler-kapiler insang, dan dari
kapiler-kapiler itu darah memasuki jantung melalui perikardium (Brotowidjoyo,
1990).
Reproduksi
dan perkembangan pada udang Kelamin terpisah (diesius). Baik testes maupun
ovarium bilobat. Testes melepaskan sperma ke dalam duktus spermatikus terus ke
pori-pori yang terdapat di dasar pasangan kaki untuk berjalan yang kelima.
Oviduk melepaskan telur dari ovarium ke lubang-lubang pada dasar pasangan kaki
untuk berjalan. Stadium embrional diselesaikan ketika telur masih bertaut
dengan “swimmeret-swimmeret” hewan betina. Bahkan larva telah menetas pun tetap
tertaut padanya untuk beberapa lama (Syafrudin, 2016).
Laba-laba merupakan organisme yang dapat ditemukan hampir di seluruh permukaan bumi dari daerah kutub hingga daerah padang pasir yang kering. Laba-laba
umumnya ditemukan berlimpah di tempat dengan vegetasi rapat karena merupakan tempat ideal untuk bersarang dan lebih banyak terdapat sumber
makanan (Syafriansyah, 2016).
sebagian besar laba-laba dari Famili Araneidae senang
berada di tempat yang gelap. Hal tersebut disebabkan laba-laba famili ini
merupakan predator nokturnal yang lebih aktif di malam hari dan akan memilih beristirahat
di tengah sarang ketika siang hari, sehingga memilih tempat yang minim cahaya untuk
bersarang. Laba-laba Famili Araneidae dikenal sebagai laba-laba pemintal
yang membuat sarang berbentuk lingkaran. Pada beberapa spesies laba-laba ini
membuat jaring dengan pola zig-zag pada bagian tengah sarang yang disebut
dengan stabilimentum. Laba-laba dari famili Araneidae memiliki 8
buah mata yang tersusun menjadi 2 baris dengan mata lateral terpisah jauh dengan
mata median. Ukuran prosoma Araneidae berkisar antara 1,5-4 mm dan
ophistosoma lebih besar yaitu 2,5-6,9 mm. Berdasarkan hasil penelitian,
laba-laba Famili Araneidae memiliki ukuran prosoma 2,0-3,5 mm dan
ophistosoma 2,7-6,4 mm. Karapaks bagian prosoma mendatar, bentuk ophistosoma
membulat dan memiliki pola yang spesifik pada bagian dorsal untuk setiap
spesies yang berbeda (Syafriansyah, dkk, 2016).
Nephila sp. betina memiliki panjang tubuh 3-5 cm, dari ujung kaki depan sampai
kaki belakang kurang lebih 20 cm, sedangkan panjang jantan hanya sekitar 3-5 mm.
Tempat hidupnya
di hutan, pohon-pohon, dan mangrove. Daerah sebarannya di kawasan tropis Afrika, India,
Cina, Asia Tenggara,
Australia utara, dan kepulauan Pasifik utara. Makanan utamanya adalah serangga yang
terperangkap dalam
jaring. Racun Nephila sp. tidak berbahaya bagi manusia dan jarang menggigit meskipun
disentuh dan dirusak jaringnya. Apabila menggigit hanya meninggalkan luka goresan di kulit. Laba-laba ini lambat
apabila berjalan di atas tanah. Cara kerja racun laba-laba adalah melemahkan (efek
primer) kemudian
mematikan (efek sekunder). Racun laba-laba bersifat neurotoksin dan nekrotoksin.
Neurotoksin menggangu
penjalaran impuls saraf pada saluran ion (ion channels) dan sinaps, sedangkan nekrotoksin bekerja pada reaksi yang sistematik misalnya
pada ginjal dan darah. Racun laba-laba yang bersifat neurotoksin lebih banyak
dibandingkan nekrotoksin. Racun
laba-laba mengandung
penghambat neuron; penghambat tersebut berisi glutamat sebagai transmitor dan
menimbulkan efek paralisis
pada serangga, yakni kondisi tidak dapat bergerak (lumpuh) akibat terganggunya sistem saraf
serangga. Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas racun labalaba berpotensi sebagai pengendali hayati serangga, namun sampai sekarang belum
diketahui apakah racun laba-laba
ini tetap efektif jika diisolasikan kemudian diaplikasikan kembali pada serangga. Jika racun
laba-laba dianalogikan
sama dengan senyawa bioaktif yang dimiliki oleh tanaman yang secara statis dapat berfungsi
sebagai alat
untuk memproteksi diri maka perlu diteliti juga potensi racun laba-laba sebagai
insektisida alami (Sanjaya dan Safaria, 2006).
Kupu-kupu
(Rhopalocera) merupakan serangga yang termasuk dalam ordo Lepidoptera,
artinya serangga yang hampir seluruh permukaan tubuhnya tertutupi oleh lembaran-lembaran
sisik yang memberi corak dan warna sayap kupu-kupu (Sulistyani,
2013).
Kupu-kupu
merupakan insekta yang menarik, memiliki berbagai warna tubuh dan sayap, serta
dapat ditemukan di mana-mana. Larvanya berkelompok di suatu inangnya dan
perubahan bentuk larvanya menjadi kupu-kupu sangat mudah diamati. Kupu-kupu
berperan penting dalam memelihara keanekaragaman hayati sebagai polinator.
Penyerbukan yang terjadi pada tumbuhan membantu perbanyakan tumbuhan secara
alamiah. Oleh karena itu kupu-kupu sangat bagus digunakan sebagai subyek untuk
pengamatan ilmu pengetahuan dan studi ilmiah serta obyek wisata (Ratih, 2014).
Kupu-kupu
biasanya mengunjungi bunga pada pagi hari pukul 08.00- 10.00, saat
matahari cukup menyinari dan mengeringkan sayap mereka. Jika cuaca berkabut, waktu
makannya akan tertunda. Periode makan ini juga terjadi pada sore hari, yaitu
sekitar pukul 13.00-15.00, dan setelah periode makan yang cepat kupukupu akan tinggal di
puncak pohon atau naungan (Sihombing 2002).
Pieridae
merupakan kupu-kupu berukuran sedang, umumnya berwarna putih, kuning atau
oranye kekuningan, sisi luar sayap belakangnya berwarna. Famili ini memiliki
tungkai-tungkai depan yang berkembang bagus dan kuku-kuku tarsus terbelah dua
atau menggarpu (Borror et al. 1992).
Rhopalocera
adalah serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola), karena
Rhopalocera biasanya memiliki bentuk pradewasa (larva dan pupa) yang sangat
berbeda bentuk dewasa (imago) (Jumar 2000). Kupu-kupu mengalami empat faseselama
hidupnya, yaitu fase telur, larva, pupa dan imago (Sulistyani, 2013).
Kupu-kupu mempunyai
sayap yang bersisik, sisik ini merupakan bulu-bulu berbentuk segitiga atau
memanjang. Sisik-sisik tersebut terletak pada sayap dalam deretan teratur. Pada
sisik kupu-kupu terkandung pigmen yang menyebabkan perbedaan warna sayap pada
kupu-kupu tersebut. Sayap kupukupu pada umumnya memiliki warna yang terang dan
mencolok.
Mesothorax dan
metathorax masing-masing mempunyai sepasang sayap. Sayap depan terdapat pada
mesothorax sedangkan sayap belakang ada pada metathorax (Busnia, 2006). Kupu-kupu
mempunyai sayap yang bersisik, sisik ini merupakan bulu-bulu berbentuk segitiga
atau memanjang. Sisik-sisik tersebut terletak pada sayap dalam deretan teratur.
Pada sisik kupu-kupu terkandung pigmen yang menyebabkan perbedaan warna sayap
pada kupu-kupu tersebut. Sayap kupukupu pada umumnya memiliki warna yang terang
dan mencolok. Famili Pieridae memiliki tiga pasang kaki dengan ujung kaki
bercakar atau seperti garpu, kaki depan jantan dan betina berfungsi dengan
baik. Kupu-kupu ini memiliki tungkai depan yang berkembang dengan baik.
Habitat
kupu-kupu adalah tempat lembab yang memiliki banyak vegetasi bunga, badan-badan
perairan dan banyak mendapat sinar matahari. Sebagian besar jenis hidup di
lahan bera atau menganggur, kebun buah, areal pertanian, hutan primer dan
sekunder (Sihombing 2002). Lepidoptera tersebar dari dataran rendah sampai
ketinggian 750 mdlp, bahkan ada yang dapat hidup sampai pada ketinggian 2.000
mdpl (Sihombing 2002).
Kupu-kupu memiliki peran yang sangat penting dalam
ekosistem. Sebagai serangga polinator, kupu-kupu telah membantu
memelihara perbanyakan tumbuhan secara alami. Secara tidak langsung kupu-kupu ikut
menjaga keanekaragaman tumbuhan dan hewan di alam (Peggie & Amir 2006).
Selain itu, kupu-kupu juga sering dimanfaatkan sebagai objek wisata atau rekreasi
dan objek observasi penelitian. Hal ini karena jumlahnya yang banyak dan morfologinya yang
indah (Chahyadi dan Bibas, 2016).
Keanekaragaman
kupu-kupu di suatu tempat berbeda dengan tempat yang lain, karena
keberadaan kupu-kupu di suatu habitat sangat erat kaitannya dengan faktor lingkungan baik
faktor abiotik seperti intensitas cahaya matahari, temperatur, kelembaban
udara dan air, maupun faktor biotik seperti vegetasi dan satwa lain. Indonesia merupakan negara
kepulauan dengan faktor lingkungan yang berbeda-beda. Perbedaan faktor
inilah yang menyebabkan jenis kupu-kupu di setiap habitat pulau juga berbeda-beda.
Keberadaan spesies pada suatu habitat tidak terlepas dari kemampuan distribusi
dan adaptasi spesies tersebut. Indonesia menduduki urutan kedua di dunia dalam
hal kekayaan jenis kupu-kupu (Rhopalocera) dengan jumlah jenis lebih dari 2000
jenis). Sementara lebih dari 600 jenis dari jumlah tersebut terdapat di Jawa
dan Bali, dan 40% nya merupakan jenis endemik (Lestari, dkk, 2015).
Untuk mengetahui
karakter morfologi spesimen Atrhropoda di berbagai tempat ada yang dari daerah daerah
belakang Lab FTIK IAIN Jember, samping gedung teater, pasar Gumelar, dan
perumahan Milenia. maka kami
melakukan pengamatan untuk mengidentifikasi spesiemen Arthropoda salah satu nya
dengan menggunakan kunci identifikasi dan membuat Dendogram. Sehingga kita bisa
mengklasifikasikan spesimen Arthropoda.
METODE PENELITIAN
Praktikum yang kami lakukan tentang “Identifikasi
Karakter Morfologi Spesimen Arthropoda” dilaksanakan pada hari senin tanggal 23
April 2018 melakukan pengamatan yang bertempat di LAB Terpadu IAIN Jember.
Alat-alat yang kami gunakan pada saat praktikum antara
lain: alat seksi, papan seksi, kaca pembesar (loup), buku identifikasi, lembar
pengamatan dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang kami gunakan antara lain:
spesimen Arthropoda.
Prosedur kerja pada saat pengamatan spesimen
Arthropoda: pertama, menyiapkan alat dan bahan, kedua, meletakkan spesimen di
atas papan seksi. Selanjutnya, mengamati spesimen dengan kaca pembesar (loup).
Kemudian mencatat karakter morfologi yang meliputi bentuk tubuh, warna tubuh,
simetri tubuh, ukuran panjang/lebar. Serta menggambar secara skematis spesimen Arthropoda
beserta keterangannya. Lalu menulis klasifikasinya serta menganalisis hasil
pengamatan. (Mubarok, 2018)
HASIL
Berdasarkan pengamatan yang kami lakuakan
tentang “Identifikasi Karakter Morfologi Spesiemen Arthropoda” diperoleh data
sebagai berikut:
Tabel 1. Pengamatan SpesimenArthropoda
Nama Spesimen: Nephila sp.
(laba-laba pohon)
Lokasi: belakang lab FTIK
|
||
Ventral
Dorsal
Gambar 1. Dokumentasi Pribadi
|
Gambar 2. Dokumntasi literatur
|
|
Karakter Morfologi:
ü Warna:
hitam ada bintik kuning dan coklat di abdomen. Pada cephaloxthorax warna kuning
ü Simetri:
bilateral
ü Ukuran:
P: 2 cm, lebar abdomen: 0,3 cm, lebar cephaloxtorax: 0,5 cm. Berat: 0,2 gram
ü Bentuk
tubuh terbagi menjadi dua yaitu cephaloxtorax dan abdomen. Cephaloxtorax
berbentuk oval dan abdomen berbentuk oval memanjang.
|
Klasifikasi:
ü Kingdom:
animalia
ü Filum:
Arthropoda
ü Sub
filum: Chelicerata
ü Kelas:
Arachnida
ü Ordo:
Araneae
ü Family:
Araneidae
ü Genus:
Nephila
ü Spesies:
Nephila sp.
|
Nama Spesimen: Eurema daira (kupu-kupu
belerang)
Lokasi: samping gedung teater
|
||
Gambar 4. Dokumentasi Pribadi
|
Gambar 5. Dokumntasi literatur
|
Gambar 6. Dokumentasi hasil tangan
|
Karakter Morfologi:
ü Bentuk
tubuh : memanjang dan bersayap
ü Warna
tubuh : bagian atas berwana hitam dan abdomen berwarna kuning
ü Sayap
kuning dengan tepi yang berwarna hitam
ü Simetri
tubuih: bilateral
KUNCI IDENTIFIKASI: 1a-2b-5b-7b-10a |
Klasifikasi:
ü Kingdom:
animalia
ü Filum:
Arthropoda
ü Kelas:
insecta
ü Ordo:
lepidoptera
ü Sub
ordo: Rhopalocera
ü Family:
pieridae
ü Genus:
Eurema
ü Spesies:
Eurema daira
|
Nama Spesimen: Litopenaeus vannamei
(udang vannamei)
Lokasi :daerah Jember, Pasar Gumelar
|
||
Gambar 7. Dokumentasi Pribadi
|
Gambar 8: Dokumentasi Literatur
|
Gambar
9. Dokumentasi Hasil Tangan
|
Karakter Morfologi
ü Bentuk
tubuh: memanjang bersegmen
ü Warna
tubuh: pink muda
ü Simetri
tubuh: simetri bilateral
ü Ukuran
tubuh: P: 11,5 cm dan L: 1,5 cm
|
Klasifikasi:
ü Kingdom:
animalia
ü Filum:
Arthropoda
ü Kelas:
Crustacea
ü Ordo:
Decapoda
ü Famili:
penaidae
ü Genus:
Litopenaeus
ü Spesies:
Litopenaeus vannamei.
|
Nama Spesimen: Valanga nigricornis (Belalang
Kayu)
Lokasi : perumahan milenia
|
||
Gambar 10. Dokumentasi Pribadi
|
Gambar 11. Dokumentasi Literatur
|
Gambar
12. Dokumentasi Hasil Tangan
|
Karakter Morfologi
ü Bentuk
tubuh: panjang dan bersayap
ü Warna
tubuh: coklat (kayu)
ü Simetri
tubuh: simetri bilateral
ü
Ukuran tubuh: P: 6 cm dan L: 1 cm
ü
Tediri dari dua pasang sayap dan
sepasang antena
UNCI IDENTIFIKASI: 1b-2a-3b-5b-7a-8b-9b |
Klasifikasi:
ü Kingdom:
animalia
ü Filum:
Arthropoda
ü Subfilum:
Mandibulata
ü Kelas: insecta
ü Ordo:
Orthoptera
ü Famili:
Acrididae
ü Genus:
Valanga
ü
Spesies: Valanga nigricornis
|
Dendogram
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari hasil
pengamatan (dapat dilihat pada gambar dan tabel), maka dapat diketahui bahwa
Filum Arthropoda memiliki banyak spesies yang berbeda diantaranya Eurema
daira, Valanga nigricornis, Litopenaeus vannamei dan Nephila sp.
Valanga nigricornis (Orthoptera:
Acrididae), merupakan salah satu hama polifag yang memiliki banyak kisaran
inang seperti jati, kopi, kakao, kelapa, pisang, mangga, kapuk, jagung, jarak,
kapas, tebu, singkong, dan lain-lain. Lama hidup V. nigricornis dapat
mencapai 3 sampai 5 bulan dengan keperidian rata-rata mencapai 158 butir telur
per betina. Telur berwarna coklat diletakkan di dalam tanah sedalam 5-8 cm dan
dilapisi dengan massa busa yang mengeras. Nimfa muncul pada pagi hari dan
kemudian naik ke pertanaman, dan aktif di siang hari (Zulfahmi, 2013).
Genus Valanga merupakan
belalang yang berukuran besar, hidup pada tanaman dan semak-semak belukar dan
belalang jenis ini dapat berkembang biak dengan cepat. Genus Valanga dapat
dikenali dengan ciri terdapat duri di bawah prosternum dan collar lebih kecil,
dan femur paling belakang mempunyai sepasang tanda hitam. Valanga memiliki
bintik-bintik yang jelas di femur belakang serta tibia belakang berwarna ungu,
sedangkan di bawah pangkal sayapnya berwarna merah. Ukuran tubuh belalang
betina Valanga adalah 58 – 71 mm, sedangkan yang
jantan 49 – 63 mm (Kalshoven, 1981).
Karakteristik
belalang kayu V. nigricornis antara lain memiliki antena pendek, organ pendengarannya
terletak pada ruas abdomen serta alat peletak telurnya berukuran pendek. Kebanyakan
belalang V. nigricornis warnanya kelabu atau kecoklatan dan beberapa
mempunyai warna cemerlang pada sayap belakangnya. Serangga ini termasuk pemakan
tumbuhan dan sering kali merusak tanaman. Adapun alat
mulutnya bertipe penggigit pengunyah. Warna nya coklat kayu. Simetri tubuh
bilateral. Ukuran Valanga nigricornis yang kami teliti memilki panjang 6
cm, lebar 1 cm.
Tubuh udang vannamei dibentuk oleh
dua cabang (biramous) yaitu expedite dan endopodite. Vannamei memiliki
tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksokeleton secara
periodic (moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah
mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut: Makan,
bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing). Menopang
insang karena struktur insang udang mirip bulu 7ariab. Organ sensor, seperti
pada antenna dan antenula.
Kepala (thorax). Kepala udang vannamei
terdiri dari antenula, antenna, mandibular, dan 2 pasang maxillae.
Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan
5 pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxilliped
sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Perut
(abdomen). Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang
kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas
bersama-sama telson.
Karakteristik Litopenaeus vannamei yang
kami teliti memiliki warna tubuh pink muda, dan kaki nya berwarna putih. Bentuknya
memanjang dan berbuku buku. Memilki kulit yang keras. Simetri tubuhnya bilateral.
Ukuran tubuh nya memiliki panjang 11,5 cm, lebar 1,5 cm.
Tubuh kupu-kupu
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut
(abdomen). kepala terdiri dari enam segmen yang telah mengeras dan menyatu. Di
bagian ini terdapat sepasang mata majemuk atau mata faset, sepasang antena dan
alat mulut. Selain itu kupu-kupu mempunyai antena yang berbentuk filiform yaitu
silindris dan membonggol pada bagian ujungnya. Fungsi dari antena ini adalah
sebagai organ peraba dan pembau. Kupu-kupu memiliki daya penglihatan yang luas
dengan
bantuan mata majemuk. Simetri tubuh kupu-kupu bilateral.
Memiliki sayap berwarna kuning dengan tepi yang berwarna hitam.
Tipe mulut
penghisap dari kupu-kupu menyerupai tabung yang panjang, menggantung dan
melekat pada pangkal anterior kepala. Alat mulut penghisap ini terdiri dari
labrum, mandibula, maksilla dan labium. Maksilla terdiri dari cardo, stipes dan
galea. Proboscis merupakan galea berukuran sangat panjang yang berfungsi untuk
menghisap nektar. Saat digunakan, probosis akan terjulur dan memanjang akibat
tekanan darah dan dapat tergulung kembali karena bersifat elastis (Busnia,
2006).
Bagian dada
tersusun atas tiga segmen yaitu prothorax, mesothorax dan metathorax. Pada tiap
segmen thorax terdapat sepasang tungkai. Pada bagian mesothorax dan metathorax
masing-masing mempunyai sepasang sayap. Sayap depan terdapat pada mesothorax
sedangkan sayap belakang ada pada metathorax (Busnia, 2006).
Nephila sp.
(laba-laba) merupakan jenis laba-laba yang membangun jaring di atas pohon
sebagai habitatnya (Rahmawati, 2013). Karakteristik yang dimiliki antara lain bentuk
tubuh terbagi menjadi dua yaitu cephaloxtorax dan abdomen. Cephaloxtorax berbentuk
oval dan abdomen berbentuk oval memanjang. Ukuran tubuhnya memiliki panjang 2
cm dan lebar abdomen 0,3 cm, lebar cephaloxhorax 0,5 cm dengan berat 0,2 gram.
SIMPULAN
Berdasarkan pengamatan spesimen Arthropoda dapat
disimpulkan bahwa Filum Arthropoda memiliki banyak spesies yang berbeda diantaranya
Eurema daira, Valanga nigricornis, Penaeus sp. Nephila sp.
DAFTAR PUSTAKA
Abi,
dkk. 2017. Identifikasi Morfologi Serangga Berpotensi sebagai Hama dan Tingkat
Kerusakan pada Bibit Meranti Merah (Shorea leprosula) di persemaian PT.
Sari Bumi Kusuma. Jurnal Hutan Lestari. Vol. 5. No. 3. 644-652.
Asthami, N., Estiasih, T. dan Maligan, J. M. 2016. Mie Instan Belalang Kayu (Melanoplus
cinereus): Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri.
Vol. 4. No. 1:
238 - 244.
Borror DJ, CA
Triplehorn & NF Jhonson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Chahydi, Ennie dan Bibas, Elpe. Jenis-Jenis Kupu-Kupu
(Sub Ordo Rhopalocera) yang Terdapat di Kawasan Hapanasan, Kabupaten Rokan
Hulu, Provinsi Riau. Jurnal Riau Biologia. Vol 1. (8): 50-56.
Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus. Yogyakarta:
Kanisius.
Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pests of Crops in
Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Lestari,
Deby Fajar,dkk. 2015. Keanekaragaman kupu-kupu (Insekta: Lepidoptera) di Wana
Wisata Alas Bromo, BKPH Lawu Utara, Karanganyar, Jawa Tengah. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON. Volume 1, Nomor 6. 1284-1288
Mubarok, Husni. 2018. Panduan Praktikum Taksonomi
Hewan. Jember: IAIN Jember.
Mukayat,
Djarubito Brotowidjoyo. Zoologi Dasar, Yogyakarta : Erlangga, 1990
Nair, K. S. S. 2000. Insect Pest and Diseases in Indonesian Forests. An Assessment of the Major
Threats, Research Efforts and Literature. Bogor: Center for International Forestry Research.
Peggie D, Amir M. 2006. Panduan Praktis Kupu-kupu
di Kebun Raya Bogor. Cibinong: Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Prakoso, Bagas. 2017. Biodiversitas Belalang (Acrididae: ordo Orthoptera) pada Agreokosistem (Zea mays 1.) dan ekosistem Hutan Tanaman di Kebun Raya Baturaden, Banyumas. Biosfera. Vol. 34. No. 2. 80-88.
Prakoso, Bagas. 2017. Biodiversitas Belalang (Acrididae: ordo Orthoptera) pada Agreokosistem (Zea mays 1.) dan ekosistem Hutan Tanaman di Kebun Raya Baturaden, Banyumas. Biosfera. Vol. 34. No. 2. 80-88.
Rahmawati,
Dian. 2013. Karakteristik Habitat dan Keanekaragaman Arachnida
Famili
Araneidae di Cagar Alam Tukung Gede Serang Banten. Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung.
Ratih,
Kristin Kusuma. 2014. Preferensi Kupu-Kupu Familia Papilionidae Dan Pieridae
Pada Tumbuhan Di Wisata Air Terjun Coban Rais Kota Batu, Jawa Timur.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Sanjaya,
Yayan dan Safaria, Tina. 2006. Toksisitas Racun Laba-Laba Nephila Sp. Pada Larva Aëdes Aegypti L. BIODIVERSITAS.
Volume 7. Nomor 2. 191-194.
Sihombing DTH.
2002. Satwa
Harapan I: Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda.
Soegianto A.
1994. Ekologi
Kuantitatif, Metode Analisis
Sulistyani, Teguh Heni. 2013. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu (Lepidoptera:
Rhopalocera) Di Kawasan Cagar Alam Ulolanang Kecubung Kabupaten Batang. Skripsi
Sarjana Sains Biologi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Syafriansyah,
Muhammad Gigit. 2016. Karakter Morfologi Laba-laba yang Ditemukan di Area
Hutan Bukit Tanjung Datok Kabupaten Sambas. Jurnal Protobiont. Vol. 5
(3): 19-27.
Syafrudin. 2016. Identifikasi Jenis Udang
(Crustacea) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan Kota Palangkaraya Provinsi
Kalimantan Tengah. Skripsi tadris biologi. Palangkaraya: Institut
Negeri Palangkaraya.
Syahlan, Sutrisno. 2015. Jenis-jenis belalang
(Orthoptera: Ensifera) di dusun III Desa Rambah Hilir Tengah Kecamatan Rambah
Hilir Kabupaten Rokan Hulu. Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas
Pasir Pengaraian.
Zulfahmi.
2013. Parasitoid Sarcophagidae (Diptera) pada Valanga nigricornis
(Orthoptera: Acricidae): Identifikasi dan Biologi. Skripsi. Departemen
Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Komentar
Posting Komentar